Tuesday, April 10, 2012


GENERASI MUDA YANG SANTUN DAN PEDULI LINGKUNGAN SEBAGAI REFLEKSI SEMANGAT KARTINI DI ERA GLOBALISASI
Ahmad Rifai
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negari Semarang

1.    PENDAHULUAN
Bulan April merupakan salah satu bulan bersejarah bagi Negara Indonesia, terutama bagi kaum wanita. Tepatnya pada tanggal 21 April yang diperingati sebagai hari Kartini, sebagai penghargaan terhadap kegigihan seorang putri bangsa dalam memperjuangkan pendidikan khususnya kaum wanita. Berkat semangat dan perjuangan beliau, banyak kaum wanita yang terinspirasi dan termotivasi sehingga mampu bangkit dari ketidakadilan yang diterima. Meski pada mulanya semangat Kartini lebih menginspirasi kaum wanita, namun di era globalisasi seperti ini sudah selayaknya semangat juang beliau dijadikan teladan bagi generasi muda tanpa mengenal gender. Semuanya berperan aktif dalam menjaga jati diri bangsa sebagaimana dilakukan R.A Kartini.
Namun seiring berjalannya waktu, dimana era telah beganti menjadi sangat terbuka dan arus global yang bergulir dengan cepatnya, mengikis semangat Kartini yang dulu diperjuangkan. Apabila kita tilik di sekitar kita, sikap yang ditunjukkan generasi muda saat ini jauh dengan era Kartini, mulai dari cara berbicara, berbusana, dan cara beretika. Pada era R.A Kartini semua yang hendak diucapkan perlu dipikirkan kepada siapa dia akan berbicara, bagaimana cara penyampaian yang baik. Hal ini bertujuan agar apa yang diucapkan tidak menyinggung perasaan orang yang menjadi lawan bicaranya. Dengan demikian terjalinlah sikap saling hormat menghormati. Begitu pula dengan sikap yang akan diambil ketika hendak melakukan suatu hal. Semuanya diatur dalam nilai-nilai luhur yang tercermin dalam budaya bangsa Indonesia.
Berdasarkan keadaan lingkungan yang demikian, dapat dikatakan bahwa kondisi bangsa yang demikan sudah  jauh berbeda dengan apa yang berkembang pada zaman R.A Kartini, dimana etika dan sopan santun masih terjaga, baik hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan alam. Maka dari itu, tindakan apa yang  perlu  dilakukan dalam rangka mewujudkan generasi yang santun dan beretika lingkungan.?


2.    PEMBAHASAN
Menurut Wikipedia Ensiklopedia Bebas globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Hal ini memungkinkan perubahan-perubahan di berbagai aspek kehidupan baik budaya, sosial, politik, teknologi, dan ekonomi yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu negara.
Dampak positif globalisasi antara lain, mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan, mudah melakukan komunikasi, cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi), menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran, memacu untuk meningkatkan kualitas diri, mudah memenuhi kebutuhan.
Selain memiliki dampak positif, globalisasi juga memiliki dampak negatif yang besar pengaruhnya. Dampak negatif globalisasi antara lain, Informasi yang tidak tersaring, perilaku konsumtif, membuat sikap menutup diri, berpikir sempit, pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk, mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara.
Selain itu, globalisasi juga berdampak buruk terhadap moral bangsa yang semakin hari semakin menurun. Moral remaja dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan kualitas atau degradasi. Dalam segala aspek moral, mulai dari tutur kata, cara berpakaian dll. Degradasi moral ini seakan luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. Faktor utama yang mengakibatkan degradasi moral remaja ialah perkembangan globalisasi yang tidak seimbang. Virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita seakan tidak sadar, namun malah mengikutinya. Kita terus menuntut kemajuan di era global ini tanpa memandang lagi aspek kesantunan budaya negeri ini. Ketidakseimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak. (Erny Kurnia, 2010)
Akibat degradasi moral yang terjadi salah satu dampak yang ditimbulkan adalah permasalahan lingkungan. Perilaku yang tidak mengindahkan etika lingkungan dan cenderung tidak peduli terhadap lingkungan, akan berpengaruh terhadap pelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya, dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. (Jakop Hutapea, 2009)
Sekarang mari kita tilik beberapa contoh kasus di lapangan. Yang pertama mengenai santun berbicara atau berbahasa. Bahasa Indonesia yang susah payah disatukan visinya dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa pemersatu bangsa setelah berabad-abad bangsa ini terbelenggu dalam penjajahan, kini seolah luntur termakan waktu. Bukan Bahasa Indonesianya yang hilang tapi pemaknaan dalam pemakaian bahasa sebagai bahasa yang baik dan santun dalam kehidupan sehari-hari. Kita melihat, orang lebih suka menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul yang cenderung tidak santun. Bila kita menyimak hiburan di TV, seperti talk show, reality show, infotainmen atau sinetron, tanpa sadar kita terbawa arus di dalamnya dalam penggunanan kekerasan berbahasa. Mengejek, menghina, mengintimidasi, menjadi hal yang biasa sehingga dianggap sebagai Bahasa Indonesia yang harus dipakai dan parahnya anak kecilpun terbiasa dengan pemakaian bahasa yang kasar dan tidak santun itu. (Ety Noor, 2008)

            Yang kedua mengenai santun berbusana. Trend pakaian yang sedang berkembang sekarang ini berupa pakaian ketat dan terbuka. Pemakai pakaian model ini banyak diikuti oleh para pelajar dan mahasiswa perembuan. Mereka lebih merasa percaya diri jika pakaiannya sesuai dengan trend yang sedang berkembang. Para pelajar dan mahasiswa ini rela mengorbankan uang biaya sekolah/kuliahnya demi memburu trend pakaianyaang sedang berkembang. Penggunaanoakaian yang ketat dan terbuka, sebenarnya bertentangan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. Pakaian yang diterima masyarakat berbentuk sederhana, longgar, dan menutup bagian pusat, bahu, dan pinggang.

            Yang ketiga mengenai etika. Mempertimbangkan suasana hubungan antar manusia di Indonesia, dapat  dirasakan krisis etika. Sebuah suasana dimana kita sulit menemukan orang-orang santun, mengapresiasi orang lain secara manusiawi. Sesorang  membayar pajak kendaraan bermotor. Oleh petugas dimintai uang. dia menanyakan berapa tarif yang resmi. Si petugas malah mengancam "mau diurus pajaknya atau tidak!". Waktu menyeberang jalan saya was was. Mobil dan motor bukannya memperlahankan laju, justru terus ngebut.  Suatu ketika saya naik angkutan umum. Para pria mengepulkan asap rokok. Kabin mobil jadi penuh asap rokok. Ibu dan bayi dalam gendongannya jadi diharuskan ikut serta mengisapnya. Lalu sopirnya membuang botol Aqua menjadi sampah di jalanan. Akhirnya saya berani bertanya: "Kenapa anda tidak mengindahkan etika". Jawabnya: "Kalau yang lain melanggar etika, kenapa kita yang patuh sendiri".

            Dari kebiasaan yang demikian secara tidak langsung berpengaruh terhadap dengan sikap mereka yang tidak peduli dengan pelestarian lingkungan. Tidak disangkal bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadisekarang ini, pada lingkungan global ataupun nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti dilaut, hutan, atmosfer, air, dan tanah bersumber pada perilaku manusia yang tidak  bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Manusia adalah penyebab dari kerusakan dan pencemaran lingkungan. (Jakop Hutapea, 2009)
            Melihat hal tersebut perlu diadakan suatu tindakan agar moral anak bangsa kembali membaik. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan yang kini juga gencar dilakukan oleh pemerintah adalah pendidikan karakter. Dimana kurikulum yang ada didasarkan pada tujuan perbaikan moral anak bangsa.

            Namun seperti yang sudah kita ketahui bahwa pendidikan yang ideal akan terwujud apabila dilakukan dalam tiga tataran, yaitu keluarga, lembaga pendidikan, dan lingkungan. Satu dengan yang lain tidak boleh dipisahkan. Keluarga sebagai tataran dasar yang akan membentuk kepribadian seorang anak. Bila dididik dengan baik, kemungkinan besar anak tersebut akan menjadi pribadi yang baik juga. Yang kedua, tataran pendidikan formal. Seperti yang digencarkan pemerintah yakni dengan kurikulum pendidikan berkarakter. Yang ketiga adalah tataran lingkungan. Pada tataran ini juga berpengaruh karena tempat seorang anak berkembang sangat menentukan perkembangan anak yang meliputi pergaulan, kegiatan yang dilakukan, dan kontrol dari orang tua terhadap kebebasan anak.
Dengan kembali merefleksikan semangat Kartini dalam momentum hari kartini, marilah kita bangkit dalam semangat konservasi moral sehingga terwujud generasi yang santun dan peduli akan lingkungan.
3.    PENUTUP
            Di era globalisasi ini, budaya santun dan beretika di negeri ini telah terkikis. Merupakan hal yang kontras dengan apa yang dulu ada di pada era Kartini, dimana sopan dan santun dijunjungtinggi oleh bangsa Indonesia. Mengingat hal ini, sebagai generasi muda, tidakkah terketuk hatinya untuk kembali memperbaiki budaya santun dan peduli terhadap lingkungan. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.  Marilah dalam momentum hari Kartini ini, kita kembalikan semangat konservasi budaya dan pelestarian alam sebagaimana semangat R.A Kartini yang tak ernah padam.

DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment