Tuesday, February 26, 2013


MATA YANG MELOMPAT*)

Tak sebatas melihat selendang biru terhampar di depannya, yang meliuk-liuk indah di mana semua orang takjub pada goyangnya yang gemulai
Sorot cahaya menembusnya, menerawangjauh dari mata yang melompat
Menuntun tabiat konyol nan mengundang cacian orang, karena yang disaksikan sang mata bertolak dari apa yang mereka saksikan,
ya... membuat sangsi dan patut diberikan sanksi
Sang mata tak peduli akan selendang biru indah menggoda di depannya.
Terpejam namun terbuka dalam tidurnya
Bukan kosong, tapi berisi sesuatu yang kosong dan nampak terisi namun kosong dari sesuatu yang berisi
Mata itu tetap melompat dari jeratan selendang biru yang menipu

Meneruskan hidup, menjemput selendang emas yang lebih indah sementara di belakangnya terlihat melayang bangkai manusia nista terjerat selendang biru di lehernya
Mata yang melompat, sebuah mata yang terbias cahaya dari lubang jarum lentera menjadikan lapangnya penjuru hidup

*) Ditulis pada 14 Pebruari 2013. Mata yang melompat adalah curahan keinginanku menjadi pribadi yang nyleneh namun memiliki suatu maksud tertentu. Tidak hanya untuk kebahagiaan jangka pendek namun kebahagiaan yang lebih lama lagi, meski ku tahu itu berisiko mendatangkan celaan dari banyak orang, namun satu yang ku pegang, “This is my own way”

BUKIT NERAKA*)

Bagaskara telah berpulang pada agungnya singgasana
Seakan muak dengan timbunan dosa-dosa akibat fasiknya manusia
Ia hanya melambaikan cahaya merah isyarat makian akan buruknya perangai jiwa-jiwa penghuni desa
 Kegelapan mulai menghantui siapa saja yang bernyawa di kampung terkutuk pada kaki bukit neraka
Tiada satupun makhluk yang berkutik  bahkan gubuk merekapun tak berani berucap dengan tetesan air mata penyesalan yang mengijinkan para munafik berpesta dalam jantung dan paru-parunya
Hanya setitik lubang dari wajah yang telah usang meloloskan cahaya lentera dari batang tenggorokan nan seaakan membeberkan misteri yang tengah terjadi. Angin berputar berjalan menyusuri lorong-lorong waktu menunjukkan kegaduhan dirgantara bukit itu.

Menggerutu dan mencemooh gerak gerik setiap raga, kabut menuruni dadanya dan merasuk ke dalam 360 penjuru tubuhnya
Mengaburkan setiap indra yang memandang kaki neraka, menyekap segala suara laksana ruang hampa
Namun membiarkan segala hutan melonglong dengan nyaringnya
Mencengkeram dalam lubang ketakutan serta terkubur di dalam jeritan siksa


*) Ditulis Selasa 3 Pebruari 2009, ditemukan kembali dalam lembaran kusam. Dan ketika ku baca lagi tulisan ini menggelitik naluriku, semakin menyimpan misteri tentang apa yang membuat tulisan ini dibuat.

BANGSA PANCASILA*)

Ketika era bergulir menapaki langit
Detik mengejar menit, menit memburu masa
Tapi masa membuntuti akumulasinya
Makhluk berhati, naluri tiada fungsi
Makhluk berakal, berpikir hanya sejengkal
Berlalu berpaling muka, tak pernah padu
Berjumpa tiada sapa, menggoyang pita suara
Bersitegang, demi palu bertangkai uang
Lidah berbisa, terlalu canggih berdalih
Mengaku kaya, terlalu tinggi berbangga
Kala tertuding, bertameng cermin, terbias yang lain

Hei...... bangsa Pancasila
Tanahmu menjerit jijik kau pijak
Air negrimu meraung tak sudi kau minum
Bertopeng religi dalam relikui aksi reaksi
Bangsaku Bangsa Pancasila
Tanyakan ilmu angkasa kelana
Sorot tajam pasti, tiada tinggi hati
Mengepak sayap langit tertinggi

*) Ditulis dalam rangka lomba menulis puisi Harlah PMII, dan masuk 6 besar. April 2012