Sunday, November 4, 2012

GURU SEBAGAI MOTOR REVOLUSI PENDIDIKAN INDONESIA

Nama              : Ahmad Rifai
NIM                : 4301411097
Rombel           : 65

Jika kita berbicara mengenai pendidikan Indonesia, maka akan terbesit beberapa penilaian di dalam diri kita. Mulai dari ketimpangan yang luar biasa antara pendidikan di Jawa dan luar Jawa, pendidikan di kota dan peloksok desa, masalah sertifikasi guru, kecurangangan yang merajalela ketika ujian nasional hingga masalah tawuran antar pelajar. Di samping stigma-stigma yang muncul itu, timbul pula di benak kita tentang pelajar-pelajar Indonesia yang berprestasi, mulai menjuarai olimpiade tingkat internasional hingga mampu menemukan teknologi baru yang membuat dunia terkagum-kagum.
Baik buruknya fakta yang terjadi pada dunia pendidikan Indonesia, tidak terlepas dari peran seorang guru. Di balik kesuksesan pelajar dalam meraih berbagai prestasi, terdapat bimbingan seorang guru yang memberikan pendampingan dan motivasi dalam proses pencapaian itu. Begitu pula pada masalah tawuran antar pelajar dan tindak kecurangan saat ujian nasional, terdapat campur tangan guru yang berdampak pada degradasi moral bangsa ini. Selanjutnya timbul beberapa spekulasi mengenai hal ini, di antaranya guru yang bersangkutan kurang profesional, kurang perhatian, atau memang tidak ada sistem yang mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi kegiatan belajar mengajar. Inilah yang masih menjadi PR besar bagi segala pihak yang terlibat dalam proses pendidikan di Indonesia, terutama guru yang merupakan agen pengelola proses pendidikan.
Secara umum banyak sekali peranan guru yang mesti dilakukan dalam melaksanakan tugas di sekolah, namun secara profesional menurut Sutan Zanti Arbi (1992 : 134) dalam mamansoleman.net, meliputi tugas mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti memberikan bimbingan kepada anak didik agar mampu mengembangkan potensi yang  telah dimiliki serta mampu mengembangkan nilai-nilai kehidupan. Mengajar berarti memberikan pengetahuan baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik agar peserta didiknya mampu menguasai dan mengembangkan ilmu dan teknologi. Sementara melatih memiliki arti mengembangkan keterampilan tertentu agar peserta didik dapat meningkatkan kemampuan kerja yang memadahi.
Henry Adam dalam Purwo Udi Utomo berpendapat bahwa menggandeng tangan, membuka pikiran, menyentuh hati, membentuk masa depan, seorang guru berpengaruh selamanya, dia tidak pernah tahu kapan pengeruhnya berakhir.
Seorang guru membantu manusia untuk menemukan siapa dirinya, ke mana manusia akan pergi dan apa yang harus manusia lakukan di dunia (Fatah Ahmadi, 2012). Segala potensi yang dimiliki oleh manusia membutuhkan arahan dari seorang guru agar berkembang secara optimal. Kaitannya dengan hal ini, guru perlu memperhatikan peserta didiknya secara individu, karena kita tahu bahwa setiap individu memiliki karakter dan latarbelakang yang berbeda, maka dari itu perlu ditindaklanjuti dengan cara yang berbeda pula.
Dalam mengemban tugasnya, di samping menguasai materi yang akan diajarkan guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, memiliki kemampuan untuk menemukan gagasan-gagasan baru agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih sempurna yang nantinya akan menentukan keberhasilan pendidikan. Apalagi sekarang zaman telah semakin berkembang, perubahan terjadi kian pesatnya termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, dalam menghadapi perubahan zaman yang tidak dapat terbendung arusnya, seorang guru hendaknya memiliki peranan sebagai berikut, sesuai yang disampaikan Maman Soleman (2012):
  • Guru bersikap terbuka dan peka terhadap perubahan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, guru harus senantiasa bersikap terbuka dan peka terhadap berbagai aspirasi atau kritikan yang muncul dari manapun datangnya, sehingga sekolah menjadi agenperubahan dan para guru menjadi pendukung uamanya. Dengan sikan ini, akan mendorong para guru untuk selalu memperbaiki kinerjanya, guna menciptakan suasana sekolah yang lebih bermutu, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan berbagai pihak. Selain itu, akan tercipata situasi yang demokratis, yang menjadi motivasi agar selalu mencari alternatif terbaik dalam pemecahan masalah yang dihadpi sekolah.
  • Guru sebagai agen pembaharuan.
Rogers et. al (1983 : 312), menjelaskan pengertian agen pembaharuan sebagai beikut : “A change agen is an individual who influencies clients, innovation decisions in a direction deemed desirable by a change agency”. Seorang agen pembaharuan adalah seseorang yang mempengaruhi keputusan inovasi para klien (sasaran) ke arah yang diharapkan oleh lembaga pembaharuan. Dengan demikian, seorang agen pemabharu berperan sebagai penghubung antar lembaga pembaharu dengan sasarannya.
Guru sebagai pembaharu dapat berperan serta dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.     Invention (penemuan), meliputi penemuan hal-hal baru dalam hal tertentu dalam pendidikan. Tahap ini diawali dengan pengenalan masalah, penelitian, dan perumusan masalah secara lebih spesifik dan tajam. Misalnya mengatasi siswa yang mengalami kesulitan dalam pelajaran membaca Al-Qur’an dengan waktu yang relatif singkat
2.      Development (pengembangan), meliputi saran alternatif pemecahan masalah, percbaandan penelitian, percobaan kembali, penilaian, dn seterusnya. Mislanya stelah dicoba dan diteliti berkali-kali ternyata metode Iqro yang relatif lebih efektif digunakan untuk melatih membaca Al-Qur’an denagn waktu yang singkat.
3.    Diffusion (penyebaran), mencakup penyebaran ide-ide baru kepada sasaran penerimanya. Misalnya setelah terbukti efektif, metode Iqro disebarkan kepada masyarakat.
Dalam hal ini, guru hendaknya berkemampuan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki mutu praktik proses pembelajaran.
  • Guru sebagai adaptor (penerima) inovasi.
Menurut Rogers (1971), terdapat  lima kategori adopter dalam menerima suatu inovasi, yaitu:
  1. Inovator, memiliki ciri dan sifat gemar meneliti dan mencoba gagasan baru sekalipun harus berisiko.
  2. Pelopor, memiliki ciri dan sifat suka meneliti terlebih dahulu terhadap ide baru sebelum memutuskan untuk menggunakannya.
  3.  Pengikut awal, menerima ide baru hanya beberapa saat setelah yang lain menerimanya dengan berbagai pertimbangan.
  4. Pengikut akhir, menerima ide baru setelah pada umumnya menerima. Hal ini karena ada kepentingan lain.
  5. Lagard (tradisional), berwawasan sempit, referensinya masa lalu dan tidak memahami ide-ide baru.
Sementara itu, Fatah Ahmadi(2012), mengemukakan beberapa peran yang perlu dimainkan seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu
  • Guru sebagai pendorong kreativitas.
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pemebelajaran dan guru dituntut untuk mendemostrasikan dan menunjukkan proses kreativitas tersebut. Kreativitasmerupakian suatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan sekitar kita. Kreativitass ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseoarang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Akibat fungsi ini, guru senantiasa berusakan untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehngga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif daan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreatifitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih bauk dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
  • Guru sebagai emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebnayakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, penagkuan, dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolakdan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkansecara moril danmengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri.
  • Guru sebagai evaluator
Penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.
  • Guru sebagai kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.
Guru adalah cerminan wajah pendidikan Indonesia. Pelajar sibuk dengan dunia khayal, mulai dari menonton acara TV yang tidak mendidik, asyik dengan situs pertemanan dan game online, hingga mengidolakan figur publik atau tim tertentu tanpa meneladani proses yang membuatnya besar. Instansi pendidikan beramai-ramai menjual mimpi dengan harga yang fantastis, visi mencerdaskan kehidupan bangsa pun kian jauh api dari asap. Demikian wajah pendidikan, demikian pula wajah guru Indonesia. Oknum guru menjual impian, oknum guru sibuk dengan dunianya kala mengajar. Budaya produktif tidak berkembang, malas membaca, malas menulis, malas mengajar. Ada juga guru yang tidak datang mengajar namun tetap lolos sertifikasi, bahkan ada guru yang sudah berhenti belajar sehingga yang disampaikan setiap tahun itu-itu saja. Jika ingin wajah pendidikan Indonesia lebih kaya dengan karya. Pr
Guru adalah cerminan wajah pendidikan Indonesia. Wajah pendidikan yang saat ini mulai tersenyum. Anggaran pendidikan semakin besar, banyak sekolah yang dibangun dan diperbaiki, biaya pendidikan mulai digratiskan, beasiswa banyak bertebaran. Guru pun mulai tersenyum, sudah ada upaya peningkatan kesejahteraan mereka, berbagai program pengembangan guru mulai bergulir. Entah kapan wajah pendidikan itu tertawa bahagia. Ketika semua warga negara memperoleh hak pendidikannya, ketika fasilitas pendidikan terpenuhi di penjuru Indonesia, ketika kualitas SDM dan pendidikan Indonesia sejajar dengan Finlandia.
Bagaimanapun, guru akan sangat menentukan wajah (pendidikan) Indonesia. Tahun 2030 nanti ketika piramida penduduk Indonesia didominasi oleh usia produktif, kontribusi guru pada masa inilah yang akan berperan dalam
menentukan kualitas SDM pada saat itu. Ada tiga syarat suatu bangsa menjadi maju, yaitu kemandirian bangsa yang tinggi, daya saing yang juga harus tinggi, serta kemampuan membangun peradaban yang unggul dan mulia. Ketiganya sangat ditentukan oleh SDM berkualitas unggul. Dankualitas SDM di masa mendatang sangat ditentukan oleh kreativitas, produktivitas dan keteladanan para pendidik hari ini. Perubahan menuju (pendidikan) Indonesia yang lebih baik dapat dimulai dari ruang-ruang kelas dan dari hal-hal kecil. Aktivitas perbaikan yang dilakukan sekarang bisa jadi dampaknya baru akan terasa puluhan tahun ke depan, namun perbaikan harus tetap dilakukan segera, karena upaya penghancuran peradaban juga tidak kenal henti. (Purwo Udi Utomo, 2012)
Haim Ginott dalam Purwo Udi Utomo (2012) memberikan suatu renungan kepada kita semua sebagai agen-agen revolusi pendidikan Indonesia, agar tak pernah berhenti untuk belajar dan berinovasi. “Mengajar bukan profesi. Mengajar adalah kegemaran. Aku telah mencapai sebuah kesimpulan yang menakutkan bahwa aku adalah unsur penentu di dalam kelas. Pendekatan pribadikulah yang menciptakan iklimnya. Suasana hatikulah yang membuat cuacanya. Sebagai seorang guru, aku
memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membuat hidup seseorang menderita atau gembira. Aku bisa menjadi alat penyiksa atau pemberi ilham, bisa bercanda atau mempermalukan, melukai atau menyembuhkan. Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan, apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan.”

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Fatah. 2012. Peran dan Fungsi Guru. Dalam http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/18/peran-dan-fungsi-guru/. Diakses pada Minggu, 04 Nopember 2012, (16:42)
Habibah, Ainun. 2012. Refleksi Wajah Pendidikan Indonesia di Daerah: Sebuah Otokritik Sistem Pendidikan Sekarang (Part 1). Dalam http://ainunhabibah.wordpress.com/2012/10/16/refleksi-wajah-pendidikan-indonesia-di-daerah-sebuah-otokritik-sistem-pendidikan-sekarang-part-1/
Diakses pada Minggu, 04 Nopember 2012, (06.38)
Mugiarso, Heru, dkk. 2011. Bimbingan & Konseling. UPT Unnes Pers: Semarang
Soleman, Maman. 2012. Peran Guru dalam Inovasi Pendidikan. Dalam http://www.mamansoleman.net/2012/07/peran-guru-dalam-inovasi-pendidikan.html
Diaskses pada Minggu, 04 Nopember 2012 (06.22)
Sutomo, dkk. 2011. Manajemen Sekolah. UPT Unnes Pers: Semarang
Utomo, Purwo Udi. 2012. Wajah Pendidikan Indonesia. Dalam http://kantorberitapendidikan.net/guru-wajah-pendidikan-indonesia/
Diakses pada Minggu, 04 Nopember 2012 (16:17)




2 comments:

  1. Sukur kalau masih banyak yang peduli dengan dunia pendidikan di Indonesia.
    Salam blogger.
    http://mamanmalmsteen.blogdetik.com
    http://www.mamansoleman.net

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih telah berkunjung dan menjadi inspirasi saya dalam menulis. Karena saya masih pemula, jadi Mas Maman mungkin bisa membimbing saya dalam dunia bloger, hehehe :)
      salam bloger Indonesia,

      Delete