Ahmad Rifai
Pendidikan Kimia 2011 Universitas
Negeri Semarang
Secara
fisik Indonesia merupakan negara kepulauan tebesar di dunia. Pulau-pulau besar
mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua serta ribuan pulau
lain, membentang menyediakan tanah dan kekayaan untuk manusia serta berbagai
jenis hewan dan tumbuhan. Perairan laut yang luas menghubungkan pulau-pulau
tersebut. Baik laut dangkal maupun dalam, mengandung berbagai macam kekayaan
yang mampu menjadi potensi perekonomian bangsa. Terumbu karang, rumput laut,
ikan, udang, mutiara, kerang, mangrove dan biota laut lain tumbuh dan
berkembang secara beriringan menandakan
betapa subur dan kayanya Indonesia.
Dengan
garis pantai sepanjang 81.000 km atau 14% garis pantai seluruh dunia, di mana
2/3 wilayah Indonesia berupa perairan laut. Jumlah pulau Indonesia sekitar 17.500 pulau dan sekitar 6.000 saja
yang berpenduduk. Luas laut kedaulatan 3.1 juta km2. Luas laut Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) sekitar 2.7 juta km2. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa zona pesisir dapat menopang kehidupan 60% penduduk Indonesia.
Salah
satu potensi yang dimiliki daerah pesisir adalah tambak garam, mengingat luas
wilayah laut Indonesia yang demikian luas. Selain itu, iklim di Indonesia
tergolong mumpuni terhadap pertambakan garam, yang notabene membutuhkan cuaca
panas dalam jangka waktu cukup lama, guna proses pengkristalan air laut menjadi
garam.
Melihat
potensi yang besar, pada kenyataannya Indonesia masih mengimpor garam dari
negara lain yang besarnya mencapai 100%. Sungguh ironi, mengingat Indonesia
secara syarat tergolong negara yang mampu suasembada garam tiap tahunnya,
melihat semua faktor pendukung pertambakan garam sudah terpenuhi.
Untuk
menindaklanjuti kenyataan di lapangan, dibutuhkan penelitian dan pengawasan
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ketergantungan kebutuhan garam
terhadap produksi garam dari negara-negara lain, yang nantinya dapat digunakan
sebagai bahan perbaikan untuk menciptakan negara Indonesia yang suasembada
garam tiap tahunnya. Faktor yang pertama disorot adalah faktor campur tangan
pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan mengenai masalah ini. Kebijakan
pemerintah terhadap sektor garam industri lemah dan kurang integratif. Selama ini
industri garam tidak dikelompokkan ke dalam barang strategis, padahal kebutuhan
domestik sangat besar dan keberadaannya sangat vital dalam mencukupi kebutuhan
dasar rakyat.
Jika
kita pahami betul Undang-undang dasar 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bumi
dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka upaya yang selama
ini dilakukan pemerintah perlu ditingkatkan, karena belum memaksimalkan upaya
pensejahteraan rakyat dari potensi alam Indonesia, khususnya tambak garam.
Sebenarnya ada tiga syarat utama dalam
memproduksi garam sesuai standar. Hal ini sesuai dengan informasi yang
diposting dalam warta ekonomi. Pertama, air laut yang merupakan bahan baku
garam harus memiliki kadar garam yang tinggi. Untuk memperoleh kadar tersebut, pantai sebagai sumber utama tidak
boleh memiliki muara agar air laut tetap jernih. Serta pasang surut air laut
yang mencapai permukaan tidak lebih dari 2 meter. Kedua pantai atau daratan
yang digunakan sebagai ladang penggaraman utama dengan tinggi 3 meter di atas
permukaan laut sehingga air laut tidak boleh merembes ke dalam tanah. Ketiga
iklim. Curah hujan di suatu pantai maksimal berkisar 1.000 milimeter-1.300
milimeter (mm) per tahun dengan tingkat kemarau kering berkelanjutan 4 bulan
per tahun.
Karena standar inilah yang membuat
Indonesia memilih sebagai importir saja kareana menganggap dirinya tidak
memenuhi ketiga syarat tersebut. Indonesia tercatat mampu menghasilkan 1,2 juta
ton dari total produksi garam dunia sekitar 240 juta ton per tahun. Di urutan
pertama China sebagai produsen terbesar dengan total produksi 48 juta ton,
diikuti India dengan 16 juta ton. Australia 12 juta ton, Thailand dengan 3 juta
ton, dan Jepang 1.4 juta ton.
Dari
data di atas, Jepang sebagai negara yang memiliki empat musim dan memiliki
banyak muara sungai mampu menghasilkan garam lebih banyak dari Indonesia,
begitu pula dengan Australia yang mampu mengekspor garam ke Indonesia sebanyak
1.7 juta ton dengan nilai US$ 85.95 juta pada periode Januari-November 2011.
Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak memiliki orientasi yang jelas
sehingga pasrah dengan kondisi alam tanpa berupaya meningkatkan teknologi dan
inovasi dalam meningkatkan produksi garam industri. Alasan Jepang dan Australia
mampu memproduksi garam melebihi Indonesia dikarenakan mereka memiliki kemauan
sehingga pada akhirnya tercipta teknologi yang mampu mendukung produktivitas
garam industri.
Selain
faktor dari kebijakan pemerintah faktor yang menyebabkan Indonesia belum
berhasil memaksimalkan potensi garam adalah adanya ‘permainan kotor’ di balik
perdagangan garam di tingkat petani yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
garam. Mereka membeli garam dari pihak petani dengan harga jauh di bawah Harga
Pembelian Pemerintah (HPP). Selain itu, mereka melakukan kecurangan dalam
menimbang berat garam saat pembelian. Salah satu perusahaan yang melakukan
kecurangan adalah PT Garam Indonesia. Seperti diberitakan Poskota.com.
Terkait
permainan harga ini, perusahaan milik negara tersebut telah melanggar ketentuan
pembelian harga garam yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Garam dengan
kualitas produksi (KP) satu, hanya dihargai Rp 550 per kilogram (kg). Padahal
harga garam menurut Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor
02/DAGLU/PER/5/2011 tentang penetapan harga penjualan di tingkat petani garam
untuk KP satu seharusnya Rp 750 per kg. PT Garam juga dianggap melanggar
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7/2010 serta Peraturan Gubernur
(Pergub) Jatim Nomor 78/2011 terkait pembelian garam ke petani. PT Garam juga
melakukan kecurangan saat menimbang berat garam. Karung yang hanya berisi 50
kilogram diisi hingga 55 kilogram. Terlebih lagi, PT Garam Indonesia sengaja tidak
menyediakan fasilitas timbangan saat melakukan transaksi dengan petani garam.
Kembali lagi
masalah karakter bangsa dipertanyakan dalam hal ini. Masih banyak orang
Indonesia yang lebih mementingkan ego mereka dibandingkan dengan kemaslahatan
negrinya. Mereka berusaha mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya dari pembelian garam di tingkat petani, tanpa
mempertimbangkan kerugian yang akan timbul baik yang berimbas pada pihak petani
maupun negara yang nantinya mengeluarkan kebijakan dalam pemenuhan kebutuhan garam
akibat masih rendanya kualitas garam nasional. Perlu adanya tindakan tegas dari
pemerintah dan pihak yang berwenang mengenai kecurangan yang terjadi di
lapangan.
Faktor
selanjutnya yang mempengaruhi garam Indonesia masih berkualitas rendah adalah
minimnya jumlah ahli di bidang garam. Kita tahu bahwa dengan minimnya jumlah
cendikiawan yang paham tentang pengolahan garam yang baik bedampak pula pada
sedikitnya jumlah garam berkualitas tinggi yang dapat dihasilkan. Kebanyakan
petani garam menggunakan cara konvensional dan tradisional yaitu dengan teknik
penguapan air laut dengan alat seadanya. Pemikiran-pemikiran cerdas dari para
ahli garam seharusnya disosialisasikan kepada para petani agar pemikiran mereka
lebih terbuka mengenai cara meningkatkan kualitas garam dengan teknologi yang
tepat guna.
Teknologi
tepat guna dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas garam rakyat dengan
mengendapkan senyawa kalsium, magnesium dan sulfat yang terdapat dalam garam
rakyat. Kandungan ketiga senyawa itu relatif tinggi sehingga perlu diendapkan.
Dengan mengurangi ketiga senyawa itu, kandungan NaCl dapat ditingkatkan menjadi
98,9%. Dengan mengurangi ketiga unsur tadi sampai 75%, maka kandungan NaCl bisa
sebesar 95,06 persen. Dan dengan kadar lebih dari 95% saja, Indonesia
sebenarnya tidak perlu mengimpor garam bahkan dengan keadaan yang demikian
seharusnya Indonesia mampu mengekspor garam.
Pengendapan
kalsium, magnesium dan sulfat dapat dilakukan tanpa pencucian dari garam yang
sudah dihasilkan. Pertama, dengan mengendapkan kalsium dan magnesium sebagai
karbonat dan oksalat, dan menghasilkan garam sulfat dengan kristalisasi
bertingkat. Sebenarnya karbonat terbentuk karena adanya CO2 di air
laut. Sebagai sumber CO2 ada dua pilihan CO2 yang dibeli
dari perusahaan penyedia gas atau menggunakan sumber CO2 yang alami
dari ikan dan zooplankton. Kedua dengan memperluas lahan pergaraman. Dari hasil
studi tahun 1999 menunjukkan bahwa daerah potensial untuk pengembangan lahan pergaraman
antara lain meliputi: daerah pantai utara Jawa barat (2.020 ha), Jawa Timur (
1.583 ha) dan NTB ( 1.230 ha) yang meliputi: pulau Lombok, Sumba dan Sumbawa.
Dan semoga bisa terwujud kemampuan garam rakyat untuk meningkatkan kualitasnya setara
dengan kualitas ekspor.
Upaya lain
yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu dan produksi serta
pendapatan/kesejahteraan petambak garam adalah dengan pembenahan sistem
pembinaan SDM dengan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas petambak
garam di bidang sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, serta penguatan
kelembagaan kelompok dan pembinaan usaha. Contoh nyata yang dilakukan
pemerintah khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur dalam
meningkatkan kualitas dan produktivitas garam rakyat adalah dengan menggelar
bimbingan teknis pemberdayaan usaha garam rakyat melalui sosialisasi percepatan
produksi garam dengan menggunakan zat aditif Ramsol (garam solusi).
Ramsol adalah
bahan/formula aditif yang berfungsi sebagai pembersih dan pemutih dalam proses
produksi garam yang berasal dari rumput laut, kulit kerang, dan zeolit.
Analisis kelayakan terhadap penggunakan ramsol dalam proses produksi garam
secara tradisional menunjukkan Ramsol dapat meningkatkan produksi dan kualitas
garam yang dihasilkan, sehingga menguntungkan dari sisi ekonomis. Yakni bisa
mempercepat proses pembuatan garam dan melepaskan ketergantungan terhadap sinar
matahari. Jika biasanya pembuatan garam memerlukan waktu sekitar 20 hari maka
Ramsol cukup dengan 8-10 hari.
Munculnya
ide-ide kreatif guna peningkatan kualitas garam merupakan kabar baik bagi dunia
pergaraman Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih memiliki
kesempatan untuk memaksimalkan potensi air lautnya menjadi garam yang
kualitasnya mampu bersaing dengan negara lain.
Kabar baik
ini, tentunya harus diimbangi dengan dukungan dari pihak-pihak lain, seperti
pemerintah, para ahli garam, perusahan garam, petani garam serta masyarakat itu
sendiri. Pemerintah harus mendukung dan memfasilitasi upaya pencapaian
cita-cita bangsa untuk suasembada garam yang berkualitas internasional. Dengan
mengeluarkan kebijakan yang pro
rakyat, serta memberikan perhatian lebih terhadap potensi pertambakan garam,
maka pada tahun 2030, Indonesia dengan bangga menyaksikan produk garam yang
diproduksinya dapat dikonsumsi setiap orang di seluruh dunia.
Dukungan juga
harus datang dari perusahaan garam yang secara langsung melakukan transaksi
perdaagangan di tingkat petani garam. Perusahaan-perusahaan garam tidak perlu
melakukan kecurangan–kecurangan yang dapat merugikan petani dan juga negara.
Jika negara memiliki garam yang berkualitas bagus, ini juga akan menguntungkan
perusahaan garam tersebut yaitu jaringan usaha mereka akan semakin luas dengan
meninjau semakin besar konsumen garam dalam negeri.
Para ahli
juga harus ambil bagian dalam mensukseskan harapan bangsa ini. Ilmu yang mereka
miliki dapat disosialisasikan kepada para petani agar mereka menguasai cara
pembuatan garam yang memiliki kualitas lebih baik. Dengan memberikan pelatihan
tentang ide-ide yang telah ditemukan kepada para petani, diharapkan teknologi
yang lebih modern akan memberikan kemudahan dalam menghasilkan garam yang
memiliki kualitas lebih baik.
Pihak yang
juga berpengaruh adalah petani garam itu sendiri. Petani garam seharusnya
membuka pemikiran mereka mengenai peningkatan harga jual garam yang menjadi
mata pencaharian mereka. Mereka tidak boleh terlalu fanatik terhadap cara lama
yang masih tradisional dalam pembuatan garam. Telah ada beberapa ide dan
teknologi yang dapat dimanfaatkan guna mengangkat kehidupan mereka secara
ekonomi dan sosial.
Terakhir
adalah pihak dari bangsa Indonesia itu sendiri. Adanya upaya peningkatan
kualitas garam namun jika bangsanya sendiri tidak peduli dan lebih memilih
garam negara lain, hasilnya juga akan
sia-sia. Masyarakatlah yang nantinya menjadi konsumen. Bila mereka saja tak
peduli dengan produk dalam negeri bagaimana bangsa lain dapat peduli dengan
produk Indonesia.
Untuk
mewujudkan tahun 2030 Indonesia suasembada garam berkualitas internasional
tentu sangat mungkin. Semuanya memang butuh proses yang membutuhkan waktu cukup
lama. Akan tetapi, jika upaya-upaya yang disampaikan di atas mulai dilaksankan
sekarang sehingga pihak-pihak terkait dapat berjalan saling beriringan dan saling
mendukung, maka dengan penuh keyakinan, bangsa Indonesia akan berteriak “Indonesia
2030: Indonesia suasembada garam berkualitas internasional”. Indonesia tidak
perlu impor garam dari luar negeri lagi melainkan garam Indonesia dapat
dinikmati semua orang hingga di pelosok dunia. Jayalah alamku, jayalah
negeriku.
mantapppp...
ReplyDeleteLANJUTKAN !!!
thanks mas bro...
ReplyDelete